Tearmoon Empire Story I - Bab 59

Settings:
Tearmoon Empire Story (WN)
Lakon 1 - Tuan Putri Yang Terpancung


Src: https://ncode.syosetu.com/n8920ex/61



59 - Kejuaraan Berpedang 2


"Anda adalah....., saya yakin, kakanda dari Pangeran Abel."
"Hah, saya merasa terhormat bagi anda untuk mengingat saya, Yang Mulia Putri Mia."

Jawab saudara laki-laki Abel sambil membungkuk hormat.

"Ngomong-ngomong, saya mendengar bahwa anda telah menyiapkan kotak bekal makan siang bagi saudaraku ini."
"Benar, saya telah menyiapkan yang terbaik."

Saudara Abel memberi seyum kecil dan memberi kesan mengejek mendengar perkatan Mia yang penuh kebanggaan sambil membusungkan dadanya.

"Keke, bukankah hal itu......, agak disayangkan, bukan?"
"Ha? Apa maksud perkataan anda?"
"Bukan-bukan, Pertandingan pertama Abel adalah melawan saya. Dengan kata lain, dia akan kalah di pertandingan pertama. Bekal makan yang akan dimakannya setelah kekalahannya pasti akan trasa sangat lezat. Hal itu kemudian akan menjadi pelipur lara yang bagus baginya."

Jelasnya dengan seringai yang penuh akan kesan mengejek.

"Ya ampun, untuk benar-benar jatuh cinta pada saudaraku yang masih bocah ini, meskipun anda adalah Kebijaksanaan Kekaisaran, rupanya pandangan anda masih belum luas ya."
"Kakanda, tolong jangan berkata kasar pada Putri Mia."

Dengan tidak sabar, Abel menyela perkataan saudaranya.
Saudaranya nampaknya berusaha menilai Putri Mia berdasarkan nilai-nilai wanita dianut di Kerajaan Remno. Akan tetapi, tindakan itu adalah kesalahan besar.
Memang benar bahwa Putri Mia adalah sosok gadis yang toleran dan pengasih (catatan: dari sudut pandang Abel), akan tetapi ia bukanlah sosok gadis yang akan diam menurut.
Sosoknya adalah seorang Dara Suci yang gagah berani berdiri melawan ketidakadilan (catatan: menurut standar Abel), dan pula sosok gadis yang memiliki harga diri serta kebijaksanaan tinggi yang berdiri tegap dihadapan kekasaran (catatan: penilaian berdasarkan kesalahpemahaman Abel).
Oleh karena itu, tidak mungkin bagi Putri Mia untuk tidak marah atas keluh pun kekasaran saudaranya. Abel segera mengalihkan pandangnya menatap wajah Mia.
Namun, Mia tidaklah melontarkan sepatah katapun, namun ia hanya mundur dan dengan lembut melangkah menuju belakang Abel.

――Putri Mia, mengapa.....?

Untuk sesaat, Abel pempertanyakan tindakannya itu, namun ia segera menyadari apa maksud sebenarnya dari tindakan Mia.

――Mungkinkah, anda bermaksud memercayakan kehormatan ini pada saya ini. (PTW/N: peribahasa, 花を持たせる (Hana wo Motasareru); to let someone have the credit for (a success); to let someone else carry the flowers/mempersilakan seseorang mendapatkan kehormatan; membiarkan seseorang untuk membawa bunga.)

Jika itu adalah Mia, ia pasti dapat melakukan banyak tindakan untuk melawan. Dengan kecerdasannya, ia seharusnya dapat menembalikan sindiran sepele dari saudaranya dengan sempurna dan berkali-kali lipat.
Akan tetapi, ia tidak melakukan itu.
Mia hanya mengucapkan sepatah kata dengan lirih.

"Mohon, menanglah. Pangeran Abel."

Ucap Mia dengan wajah lembut.

――Sebegitu percayakah anda bahwa saya ini mampu untuk menang?

Pastiny, apabila Abel mampu mengalahkan saudaranya, kehormatan sosok Mia akan tetap terjaga. Tapi....
Abel menatap saudaranya lagi.
Bukan hanya sekedar saudara yang belum sekalipun ia pernah menang darinya. DIa pula adalah saudara yang jauh lebih berbakat dalam ilmu seni berpedang dibandingkan dirinya.
Secara fisik, saudaranya bahkan satu kepala legih tinggi darinya.

――Mampukah aku ini mengalahkannya?

Untuk sesaat, pikirannya tenggelam dalam kegelapan dan kecemasan total.

"Makan siang yang disantap dengan bumbu kemenangan, pastinya akan terasa begitu nikmat, bukan."

Kalimat yang diucapkan Mia itu mengentaskannya dari kegelapan dan kecemasan.
Abel tersenyum kecil.

"Begitu....memang benar, apa ucapan anda barusan."





"Anda adalah, saya yakin, kakanda dari Pangeran Abel....."

Siapa gerangan namanya ya? Mia sedikit memiringkan kepalanya.
Mia menghela nafas ringan pada bocah yang ada didepannya itu yang menunjukkan sikap permusuhan dalam senyumannya sambil mengatakan sesuatu yang campur aduk

――Dia pasti sangat membenci diriku. Ini membuat diriku agak bermasalah.

Mia sendiri tidaklah memiliki kesan buruk tentang saudara laki-laki Abel itu....., atau lebih tepatnya, sejak awal ia sama sekali tidak memiliki kesan apapun terhadapnya.
Ia bahkan tidak mengingatnya.
Hal itu karena pada saat itu, yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya agar ia dapat melarikan diri dari Shion dan juga untuk menjalin hubungan dengan Abel. Dan selebihnya, dia bukan lah orang yang bahkan ia harus perhatikan.
Namun, fakta bahwa dia adalah Pangeran Pertama dari Kerajaan Remno harus tetap ia pertimbangkan.
Awalnya, tujuan ia berusaha mendekati Abel adalah untuk mendapatkan bala bantuan dari Kerajaan Remno apabila terjadi sesuatu hal yang tidak ia harapkan.
Bahkan jikalaupun ia berhubungan baik dengan Abel, ia tidak akan mampu mendapatkan bala bantuan jika ia tidak memiliki hubungan yang baik dan terlebih mendapatkan pertentangan dari Pangeran Pertama. Jadi Mia tidak boleh menutup mata terhadap perihal ini.
Ini tidak seperti Mia ingin disukai, ia hanya ingin agar ia tidak terlalu dimusuhi. Hanya itu niatan sejati Mia.

――Dalam hal ini, penting untuk tidak memunculkan sikap permusuhan, meskipun hanya dipermukaannya saja!

Mia mundur selangkah dan mencoba mengalihkan perhatiannya dari sikap permusuhan. Sebagian besar pikiran Mia larut dalam upaya untuk menghindari takdir pemenggalan yang kan menantinya.
Tindakan, ucapan, dan perbuatannya semua didasarkan atas perhitungan untuk menghindari takdir pemenggalan.

――Yang tersisa hanyalah kekalahan Pangeran Abel dan juga diriku harap harga diri kakandanya dapat terpuaskan...., jadi, diriku akan dapat menghibur Pangeran Abel dan mengenal akan dirinya lebih baik lagi. Ini adalah apa yang dikatakan degan mengenai dua burung dengan satu batu.

Mia memperhitungkan akan manfaat yang mampu ia dapatkan.....tapi,

"Mohon, menanglah. Pangeran Abel."

Saat ia menyadari, ia telah melontarkan perkataan yang berisikan perasaan sejatinya.
Itu karena, ia teringat akan telapak tangan Abel yang keras.
Itu karena, ia tahu bahwa Abel telah berjuang keras untuk melatih ilmu seni berpedangnya.
Itu juga karena, entah bagaimana ia tidak ingin melihatnya kalah.

――Ya ampun, ini aneh. Mengapa diriku ini?

Kalimat yang terlontar dari mulutnya sendiri itu secara tidak terduga membuatnya bingung... dan akhirnya ia sampai pada satu kesimpulan.

――Ah, benar. Ini pasti dikarenakan diriku tidak ingin bekal yang telah dipersiapkan oleh diriku sendiri dinikmati dengan perasaan muram durja. Jika ia dikalahkan dan menyantap roti lapis dalam suasana hati yang muram, roti lapis yang telah diramu oleh diriku ini dengan sangat baik mungkin tidak akan terasa nikmat....

Pastinya seperti itu. Gumam Mia sambil mengangguk.

"Makan siang yang disantap dengan bumbu kemenangan, pastinya akan terasa begitu nikmat, bukan."

Dan begitu.

~"(This is a Translation Content of pemudatunawisata.my.id. so, read only on my site)"~

[Akhir Bab]


Terima kasih telah membaca disini
Bila ada salah-salah kata, dsb. bisa beritahu di komentar.

Terima Kasih Telah Singgah!
😁👍

Jangan lupa untuk selalu meninggalkan jejak berupa komentar
Kamu juga bisa mempertimbangkan untuk mendukung


If you'd like to and wouldn't mind,
you could support or traktir me on:

Post a Comment

0 Comments

At a certain time, there are creatures that walk by two feet. These creatures can be divided into two by gender. These creatures are surprisingly able to pick something using things called hands.
And on a certain day, two of these creatures meet.

"Halloo~ I am Bujangga, ndesu! Nice to meet you!"
"Y, yes. Nice to meet you too, I am Fuurawan."
"Fuurawan-chan ka? Ii no namae."
"S, sangkyu."

The two greet each other due of their faces are facing each other.
They speak, breathe, blink, sweat, and so.
And after a long time passes,

 "!?"
"Kyaa~ Bujang-kyun."
"Daijoubu ka? Fuurawan-chan."
"D, daijoubu... desu."
"Mmm."
"Doushita no?"
"Fuurawan-chan no kaori, suuuuggoku WANGY, hmmmmmppppsshhh ahhhh wangyyyy."
"Mou~ Bujang-kyun no eccchi~."

On a certain day, these two meet and have lunch because they are hungry.
The boy orders fried rice while the girl orders a serve of seasoned rice being processed by frying.
For the drinks, the boy orders hot chocolate while the girl orders a cup of chocolate that has not been cold yet.
They eat their food.
They also feed some spoons with each other.
They then having a leisure exchange.

"Ikeh, yaru?"
"Damee~"
"Ikeh!"
"..."
"Ikeh, tanoshii, kimochii, ore, ganbarimasu!!!"
"Mouu~"
"Dame ka?"
"..."
"Dame nanoka."
"Ee, haayaakuuu~"

The two of them are having exercise, training, and workout, then.
When they finished, then they restarted.
And when they finished, the boy pleaded for the second.
Then when they finished, this time in the girl who asked the third.
And when they finished, the boy once again pleaded for the fourth.
Then when they finished, the girl also once again asked for the fifth.
And so on.

◆◆◆

On the other occasion,
On a day that is not a night.
That day the sun is shining brightly because it's a day and 12:00 o'clock.
The day is bright and the sun has not been set yet.
The breeze can be felt due to the air is flowing.
As he is breathing, a certain boy is approaching a girl.

"Yaa, kitten-chan, can I have your namae?"
"S, su, suteki~. Ah, hai. Fuurawan desu."
"Fuurawan-chan, huh. What a kirei no namae. By the way, watashi no namae is Badz Zheengan. Watashi wa Son of a Beach. Watashi came from The Pangea Selatan. Diligent in setsuyaku. Ketsueki type is I, I for Ikkehmen. Watashi no hobby wa breathing. Yoroshiku."
"Yoroshiku, Badz Zheengan-san."
"Fuurawan-chan, watashi no yubi to kimi no chawan, let's have made karera meet and unite."
"Hai."
"Watashi-tachi will have much tanoshi."

They have a wik wok awok koakoawaok akoawoakakwa kawkaowaoaok.
When they have done of their a wik wok awok koakoawaok akoawoakakwa kawkaowaoaok, then they re-doing again.
When they finished again, the boy pleaded for the second.
Then when they finished, this time in the girl who asked the third.
And when they finished, the boy once again pleaded for the fourth.
Then when they finished, the girl also once again asked for the fifth.
And so on.

◆◆◆

"Fuurawan-chaaannn!!! Ikanaide!!!!."
"Gomen ne, Bujang-kun."
"Dameee, Fuurawan-chaannnn!!!"
"Sayonara, Bujang-kun."